Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan hanya apa yang dia katakan, tetapi juga bagaimana keadaan dia sendiri. Ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang dia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan apa yang ia katakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis:

     Persuasi percapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang- orang baik dari pada orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampIr bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. (Aristoteles, 195: 45) 

            Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous terdiri atas pikiran yang baik, akhlak yang baik dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will). Hovland dan weiss menyebut ethous ini credibility  yang terdiri atas dua unsur: expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Namun kita juga akan melihat dua unsur lainnya yaitu: atraksi komunikator (source attractiveness) dan kekuasaan (source power).

1.      ETHOS

            Diatas telah kita uraikan bahwa etos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri atas kredibilitas atraksi dan kekuasaan. Menurut Herbet C. Kelman (1975) pengaruh komunikasi berupa tiga hal:

a.      INTERNALISASI

Internalisasi terjadi apabila orang menerima pengaruh karena prilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan system nilai yang dimiliki.

b.      IDENTIFIKASI

Identifikasi terjadi bila individu mengambil prilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena prilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Individu mendevinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.

c.       KETUNDUKAN

Dalam ketundukan orang menerima prilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena prilaku tersebut membantunya mendapatkan efek sosial yang memuaskan.

2.      KREDIBILITAS

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate dengan sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal:

·         Kredibilitas adalah persepsi komunikate; jadi tidak inhern dlam diri komunikator

·         Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan akan kita sebut sebagai komponen kreibilitas.

Kredibilitas adalah masalah persepsi komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu, ia dapat berubah atau diubah, dapat terjadi atau dijadikan.kita juga dapat memenipulasikan persepsi orang lain dengan petunjuk nonverbal. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi disebut prior ethos (Andersen, 1972:82)

Penelitian Sharp dan McClung (1966), juga Baker (1971) menunjukan bahwa organisasi pesan yang lebih baik meningkatkan kredibilitas. Pearce dan Brommel (1972), Pearce dan Conlin (1971) membuktikan pengaruh cara bicara pada kredibilitas. Selain pelaku persepsi dan topic yang dibahas, faktor situasi juga mempengaruhi kredibilitas.

Dua komponen penting dalam kredibilitas adalah keahlian dan kepercayaan. Koehler, Annalon dan Applbaum (1978:144-147) menambahkan empat komponen lagi:

·         Dinamisme

·         Sosiabilitas

·         Koorelasi

·         kharisma

3.      ATRAKSI

Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan/cantik, yang yang mimiliki bayak kesamaan dengan kita dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik. Karena menarik ia memiki daya persuasif. Komunikate akan lebih udah menerima komunikator bila ia memandang ada kesamaan diantara keduanya. Karena itulah, komunikator yang bermaksud mempengaruhi orsng lain sebaiknya memulai dengan menegaskan menegaskan kesamaanya dengan komunikate.

Komunikator yang dipersepsi memiliki kasamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif karena:

a.      Mempermudah proses menterjemahlan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.

b.      Kesamaan membantu premis yang sama dimana akan mempermudah proses deduktif.

c.       Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada kounikator.

d.      Kesamaan menumbuhkan rasa hormat percaya pada komunikator.

4.      KEKUSAAN

Kekuasaan dalah kemampuan untuk menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan komunikator dapat “memaksakan” khendaknya kepada orang lain, karena memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berikut merupakan lima jenis kekuasaan menurut Raven (1974);

a.      Kekuasaan koersif

Kekuasaan koersif menunjukan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau hukuman kepada komunikate.ganjaran adalah hukuman yang dapat bersifat personal ataupun impersonal. Contoh: dosen berkata “tugas harus dikumpulkan tepat waktu bila tidak, saudara tidak akan lulus.”

b.      Kekuasaan keahlian

Kekuasaan ini berdasakkan pada pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Contoh:  dosen memiliki kekuasaan dan keahlian sehingga bisa menyuruh mahasiwanya menafsirkan suatu teori berdasarkan pendapatnya.

c.       Kekuasaan internasional

Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki komunikator. Contoh: ahli computer menyuruh pimpinan perusahaan untuk membeli computer dengan jenis tertentu.

d.      Kekuasaan rujukan

Disini komunikator menjadikan komunikate sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dinyatakan memiliki kekuatan rujukan bila dia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate sehingga seluruh prilakunya di teladani. Contoh: seorang nabi tingkah lakunya diteladani umat pengikutnya.

e.      Kekuasaan legal

Kekuatan ini berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwenang melakukan suatu tindakan. Contoh: komandan kompi dikalangan tentara.

            Akan tetapi apa pun jenis kekuasaan yang dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan identifikasi dan internalisasi. Dengan begitu, kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kedibilitas dan atraksi komunikator. Lagi pula, komunikasi mungkin masih kurang efektif apabila komunikator tidak memperhatikan pesan yang disampaikannya.

PSIKOLOGI PESAN

            Bahasa merupakan kumpulan kata-kata, kita dapat mengatur perilaku orang lain. Kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, the power of words. Inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Pesan memiliki pesan didalamnya, Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistic. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan dengan bahasa, misalnya dengan isyarat; ini kita sebut pesan ekstralinguistik. Kita akan membicarakan pesan linguistic dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna dan teori general sematic dari Korzyski yang menganalisa proses penyandian (encoding). Pesan paralinguistic dan pesan ekstralinguistic akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut saja pesan nonverbal.

1.  PESAN LINGUISTIK

Apakah bahasa itu?

Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa: fungsional dan formal.

Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan” (socially shared means for exspressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Kata-kata, seperti kita ketahui, diberi arti secara arbitner (semaunnya) oleh klompok-kelompok sosial.

Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti. Kalimat dalam bahasa dengan tata bahasa, bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

Inggris              : Di mana dapat saya menukar beberapa uang?

Where can I change some money?

Prancis             : Di mana dapat saya menukar dari uang itu?

Ou puis-je change de I’argent?

Jerman             : Di mana dapat saya Sesuatu uang menukar?

Wo kann ich etwasGeld wechseln?

Spanyol            : Di mana dapat menukar uang?

Donde puedo cambiar dinero?

Tata bahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan sematik. Menurut George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Misalnya, kita harus sanggup membedakan bunyi “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua, kita harus memiliki pengetahuan sintaksis tentang cara pembentukan kalimat. Misalnya dalam bahasa inggris kita harus menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata. Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan. Akkhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam si stem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.

Tiga tahap pertama khusus dibicarakan oleh ahli-ahli bahasa. Pada dua tahap terakhirlah psikolog menaruh perhatiannya. Psikolingis menelaah peranan konsep dan kepercayaan dalam menggunakan dan memahami pesan.

BAGAIMANA KITA DAPAT BERBAHASA

     Menurut teori belajar anak-anak memiliki kemampuan berbahasa melalui tiga proses, yaitu: asosiasi, imitasi dan pengetahuan. Asosiasi berati melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Imitasi berati menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.  Peneguhan diungkapkansebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar.

Menurut Noam Chomsky, setiap anak mampumenggunakan bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah diprogram secara genetic dalam otak kita. Ia menyebut pengetahuan ini sebagai L.A.D. — Linguistic Acquision Devin. L.A.D.tidak menganduk kata, arti dan gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. 

BAHASA DAN PROSES BERFIKIR

Orang amerika mengatakan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan “waktu berjalan”, orang spanyol juga mengatakan”el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini berarti ada perbedaan persepsi tentang waktu? Apakah ini menyebabkan orang-orang amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu hilang, sedangkan kita-dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin-memandang hidup lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, karena toh jam hanya berjalan dan tidak berlari? untuk mengatakan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hampir lewat, kita masih berkata, ”waktu berjalan cepat” (walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia:

I broke my legs                       Kaki saya patah

O, I burned my finger              oh, jariku terbakar

I missed the bus                       saya ketinggalan bis

I lost my money                     uang saya hilang

Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku adalah diriku sendiri. Kita mengatakan kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka mematahkan kakinya. Saya membakar jariku”. Tetapi begitulah cara mereka menggungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidaklah ini berarti kita cendrung menyalahkan hal-hal di luar diri kita? Kalau kita terlambat, itu salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu yang hilang dari kita. Apakah ini menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya ”tenses” dalam bahasa Indonesia menunjukkan kita tidak mempersepsi faktor  waktu seperti persepsi orang-orang Amerika atau Prancis?

Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan berpikir-atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita tentang realitas sosial. Menurut salah satu teori- Iprinciple of linguistic relativity- bahasa menyebabkan kita memandang realitas sosial dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan Cassier. Dari sekian nama itu, Whorf yang tampaknya paling menyebut perhatian. Whorf sebetulnya ”tersandung” memepelajari linguistik, padahal ia seorang insinyur dan pengusaha. Kini umumnya orang menyebutkan teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir ini sebagai teori Whorf  (Whorfian Hyphotesis). Edward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis.

Bahasa adalah pandu realitas sosial. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati ilmuan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses sosial. Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan sosial yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat, bukan semata-mata dunia tidak sama dengan merek yang berbeda.

Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda, pandangan berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.

KATA-KATA DAN MAKNA

Ada beberapa yang secara khusus mengulas makna seperti The Meaning of Meaning dan Understanding Understanding, tetapi isinay menurut Fisher, lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Palto, John Locke, Wittgentein, sampai Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang lebih sering membingungkan dari pada menjelaskan.

Mungkin Brodbeck merupakan pengecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak. Perdebatan tidak selesai, sering kali karena orang mengacukan makna ketiga corak tersebut.

Makna yang pertama adalah makna inferensiaal, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek. Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yaitu makna yang dimaksudkan oleh seorang pemakai lambang.

2.  PESAN NON VERBAL

Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersila menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak.

Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.

FUNGSI PESAN NONVERBAL

Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa fungsi peran nonverbal? Mark L.Knapp (1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal;

1.      Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah sayamenjelaskan penolakansaya, saya menggelengkan kepala berkali-kali.

2.      Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.

3.      Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat.

4.      Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.

5.      Aksentuasi- menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar.

 

3.    ORGANISASI, STRUKTUR DAN IMBAUAN PESAN

a. Organisasi Pesan

Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan.

Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.

Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan:

1)      attention (perhatian)

2)      need (kebutuhan)

3)      satisfaction (pemuasan)

4)      visualization (visualisasi)

5)      action (tindakan)

Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain, rebutlah lebih dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya doronglah dia untuk bertindak.

b. Sturuktur Pesan

Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus. Untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekitar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut:

·         Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh..

·         Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan  membuat orang kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.

·         Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.

·         Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya.

·         Urutan pro-kon  efektif dari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.

·         Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.

c.  Imbauan Pesan (Message Appeals)

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional.

Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.

Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate.

Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang mereka perlukan atau yan mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.




Leave a Reply.