Ketika komunikator berkomunikasi, yang berpengaruh bukan hanya apa yang dia katakan, tetapi juga bagaimana keadaan dia sendiri. Ia tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang dia katakan. Pendengar juga akan memperhatikan apa yang ia katakan. Kadang-kadang siapa lebih penting dari apa. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis:

     Persuasi percapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang- orang baik dari pada orang lain: ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulis retorika bahwa kebaikan personal yang diungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampIr bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang dimilikinya. (Aristoteles, 195: 45) 

            Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous terdiri atas pikiran yang baik, akhlak yang baik dan maksud yang baik (good sense, good moral character, good will). Hovland dan weiss menyebut ethous ini credibility  yang terdiri atas dua unsur: expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya). Namun kita juga akan melihat dua unsur lainnya yaitu: atraksi komunikator (source attractiveness) dan kekuasaan (source power).

1.      ETHOS

            Diatas telah kita uraikan bahwa etos atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri atas kredibilitas atraksi dan kekuasaan. Menurut Herbet C. Kelman (1975) pengaruh komunikasi berupa tiga hal:

a.      INTERNALISASI

Internalisasi terjadi apabila orang menerima pengaruh karena prilaku yang dianjurkan itu sesuai dengan system nilai yang dimiliki.

b.      IDENTIFIKASI

Identifikasi terjadi bila individu mengambil prilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena prilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan dengan orang atau kelompok itu. Individu mendevinisikan dirinya sesuai dengan orang yang mempengaruhinya.

c.       KETUNDUKAN

Dalam ketundukan orang menerima prilaku yang dianjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi karena prilaku tersebut membantunya mendapatkan efek sosial yang memuaskan.

2.      KREDIBILITAS

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate dengan sifat-sifat komunikator. Dalam definisi ini terkandung dua hal:

·         Kredibilitas adalah persepsi komunikate; jadi tidak inhern dlam diri komunikator

·         Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan akan kita sebut sebagai komponen kreibilitas.

Kredibilitas adalah masalah persepsi komunikate terhadap komunikator. Oleh karena itu, ia dapat berubah atau diubah, dapat terjadi atau dijadikan.kita juga dapat memenipulasikan persepsi orang lain dengan petunjuk nonverbal. Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia melakukan komunikasi disebut prior ethos (Andersen, 1972:82)

Penelitian Sharp dan McClung (1966), juga Baker (1971) menunjukan bahwa organisasi pesan yang lebih baik meningkatkan kredibilitas. Pearce dan Brommel (1972), Pearce dan Conlin (1971) membuktikan pengaruh cara bicara pada kredibilitas. Selain pelaku persepsi dan topic yang dibahas, faktor situasi juga mempengaruhi kredibilitas.

Dua komponen penting dalam kredibilitas adalah keahlian dan kepercayaan. Koehler, Annalon dan Applbaum (1978:144-147) menambahkan empat komponen lagi:

·         Dinamisme

·         Sosiabilitas

·         Koorelasi

·         kharisma

3.      ATRAKSI

Kita cenderung menyenangi orang-orang yang tampan/cantik, yang yang mimiliki bayak kesamaan dengan kita dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari kita. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik. Karena menarik ia memiki daya persuasif. Komunikate akan lebih udah menerima komunikator bila ia memandang ada kesamaan diantara keduanya. Karena itulah, komunikator yang bermaksud mempengaruhi orsng lain sebaiknya memulai dengan menegaskan menegaskan kesamaanya dengan komunikate.

Komunikator yang dipersepsi memiliki kasamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif karena:

a.      Mempermudah proses menterjemahlan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.

b.      Kesamaan membantu premis yang sama dimana akan mempermudah proses deduktif.

c.       Kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada kounikator.

d.      Kesamaan menumbuhkan rasa hormat percaya pada komunikator.

4.      KEKUSAAN

Kekuasaan dalah kemampuan untuk menimbulkan ketundukan. Kekuasaan menyebabkan komunikator dapat “memaksakan” khendaknya kepada orang lain, karena memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berikut merupakan lima jenis kekuasaan menurut Raven (1974);

a.      Kekuasaan koersif

Kekuasaan koersif menunjukan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau hukuman kepada komunikate.ganjaran adalah hukuman yang dapat bersifat personal ataupun impersonal. Contoh: dosen berkata “tugas harus dikumpulkan tepat waktu bila tidak, saudara tidak akan lulus.”

b.      Kekuasaan keahlian

Kekuasaan ini berdasakkan pada pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator. Contoh:  dosen memiliki kekuasaan dan keahlian sehingga bisa menyuruh mahasiwanya menafsirkan suatu teori berdasarkan pendapatnya.

c.       Kekuasaan internasional

Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki komunikator. Contoh: ahli computer menyuruh pimpinan perusahaan untuk membeli computer dengan jenis tertentu.

d.      Kekuasaan rujukan

Disini komunikator menjadikan komunikate sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dinyatakan memiliki kekuatan rujukan bila dia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate sehingga seluruh prilakunya di teladani. Contoh: seorang nabi tingkah lakunya diteladani umat pengikutnya.

e.      Kekuasaan legal

Kekuatan ini berasal dari seperangkat aturan atau norma yang menyebabkan komunikator berwenang melakukan suatu tindakan. Contoh: komandan kompi dikalangan tentara.

            Akan tetapi apa pun jenis kekuasaan yang dipergunakan, ketundukan adalah pengaruh yang paling lemah dibandingkan dengan identifikasi dan internalisasi. Dengan begitu, kekuasaan sepatutnya digunakan setelah kedibilitas dan atraksi komunikator. Lagi pula, komunikasi mungkin masih kurang efektif apabila komunikator tidak memperhatikan pesan yang disampaikannya.

PSIKOLOGI PESAN

            Bahasa merupakan kumpulan kata-kata, kita dapat mengatur perilaku orang lain. Kekuatan bahasa, kekuatan kata-kata, the power of words. Inilah yang membedakan manusia dengan binatang. Pesan memiliki pesan didalamnya, Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut pesan paralinguistic. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan dengan bahasa, misalnya dengan isyarat; ini kita sebut pesan ekstralinguistik. Kita akan membicarakan pesan linguistic dengan menguraikan ihwal bahasa, hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna dan teori general sematic dari Korzyski yang menganalisa proses penyandian (encoding). Pesan paralinguistic dan pesan ekstralinguistic akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut saja pesan nonverbal.

1.  PESAN LINGUISTIK

Apakah bahasa itu?

Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa: fungsional dan formal.

Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan” (socially shared means for exspressing ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Kata-kata, seperti kita ketahui, diberi arti secara arbitner (semaunnya) oleh klompok-kelompok sosial.

Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti. Kalimat dalam bahasa dengan tata bahasa, bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

Inggris              : Di mana dapat saya menukar beberapa uang?

Where can I change some money?

Prancis             : Di mana dapat saya menukar dari uang itu?

Ou puis-je change de I’argent?

Jerman             : Di mana dapat saya Sesuatu uang menukar?

Wo kann ich etwasGeld wechseln?

Spanyol            : Di mana dapat menukar uang?

Donde puedo cambiar dinero?

Tata bahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan sematik. Menurut George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, ditambah dua tahap lagi. Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam bahasa itu. Misalnya, kita harus sanggup membedakan bunyi “th” dalam “the” dengan “th” dalam “think”. Pada tahap kedua, kita harus memiliki pengetahuan sintaksis tentang cara pembentukan kalimat. Misalnya dalam bahasa inggris kita harus menempatkan “to be” pada kalimat-kalimat nominal. Pada tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata. Misalnya, kita harus tahu apa arti “take” dan “take into account”. Pada tahap keempat, kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan. Akkhirnya, pada tahap kelima, kita harus mempunyai semacam si stem kepercayaan untuk menilai apa yang kita dengar.

Tiga tahap pertama khusus dibicarakan oleh ahli-ahli bahasa. Pada dua tahap terakhirlah psikolog menaruh perhatiannya. Psikolingis menelaah peranan konsep dan kepercayaan dalam menggunakan dan memahami pesan.

BAGAIMANA KITA DAPAT BERBAHASA

     Menurut teori belajar anak-anak memiliki kemampuan berbahasa melalui tiga proses, yaitu: asosiasi, imitasi dan pengetahuan. Asosiasi berati melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Imitasi berati menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.  Peneguhan diungkapkansebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar.

Menurut Noam Chomsky, setiap anak mampumenggunakan bahasa karena adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah diprogram secara genetic dalam otak kita. Ia menyebut pengetahuan ini sebagai L.A.D. — Linguistic Acquision Devin. L.A.D.tidak menganduk kata, arti dan gagasan, tetapi hanyalah satu sistem yang memungkinan manusia menggabungkan komponen-komponen bahasa. 

BAHASA DAN PROSES BERFIKIR

Orang amerika mengatakan “a clock runs” (jam berlari), orang Indonesia menyebutkan “waktu berjalan”, orang spanyol juga mengatakan”el reloj anda” (jam berjalan). Apakah ini berarti ada perbedaan persepsi tentang waktu? Apakah ini menyebabkan orang-orang amerika selalu bergegas-gegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum keburu hilang, sedangkan kita-dan kawan-kawan kita dari Amerika Latin-memandang hidup lebih santai, sering menangguhkan pekerjaan, karena toh jam hanya berjalan dan tidak berlari? untuk mengatakan bahwa waktu yang ditentukan tidak terasa hampir lewat, kita masih berkata, ”waktu berjalan cepat” (walaupun cepat, waktu tetap berjalan); orang Amerika mengatakannya, “we’re running out of time”. Perhatikan kalimat-kalimat Inggris di bawah ini dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia:

I broke my legs                       Kaki saya patah

O, I burned my finger              oh, jariku terbakar

I missed the bus                       saya ketinggalan bis

I lost my money                     uang saya hilang

Kita melihat dalam kalimat-kalimat Inggris, pelaku adalah diriku sendiri. Kita mengatakan kaki yang patah, mereka menyebutkan mereka mematahkan kakinya. Saya membakar jariku”. Tetapi begitulah cara mereka menggungkapkan maksud bahwa jari mereka terbakar. Tidaklah ini berarti kita cendrung menyalahkan hal-hal di luar diri kita? Kalau kita terlambat, itu salah bis. Kalau kita tidak hati-hati, bukan kita yang menghilangkan uang, tapi uang itu yang hilang dari kita. Apakah ini menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang tidak bertanggung jawab? Betulkah tidak adanya ”tenses” dalam bahasa Indonesia menunjukkan kita tidak mempersepsi faktor  waktu seperti persepsi orang-orang Amerika atau Prancis?

Bila kita mencoba menjawab pertanyaan di atas, kita sedang menghubungkan bahasa dan berpikir-atau lebih khusus, bahasa dan persepsi kita tentang realitas sosial. Menurut salah satu teori- Iprinciple of linguistic relativity- bahasa menyebabkan kita memandang realitas sosial dengan cara tertentu. Teori ini dikembangkan oleh von Humboldt, Sapir, Whorf, dan Cassier. Dari sekian nama itu, Whorf yang tampaknya paling menyebut perhatian. Whorf sebetulnya ”tersandung” memepelajari linguistik, padahal ia seorang insinyur dan pengusaha. Kini umumnya orang menyebutkan teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir ini sebagai teori Whorf  (Whorfian Hyphotesis). Edward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis.

Bahasa adalah pandu realitas sosial. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati ilmuan sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses sosial. Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap mewakili kenyataan sosial yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat, bukan semata-mata dunia tidak sama dengan merek yang berbeda.

Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh bahasa; dan karena bahasa berbeda, pandangan berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.

KATA-KATA DAN MAKNA

Ada beberapa yang secara khusus mengulas makna seperti The Meaning of Meaning dan Understanding Understanding, tetapi isinay menurut Fisher, lebih sedikit dari apa yang ditawarkan judulnya. Ulasan yang agak mendalam biasanya ditawarkan filsafat. Sejak Palto, John Locke, Wittgentein, sampai Brodbeck (1963), makna dimaknakan dengan uraian yang lebih sering membingungkan dari pada menjelaskan.

Mungkin Brodbeck merupakan pengecualian. Ia menjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak. Perdebatan tidak selesai, sering kali karena orang mengacukan makna ketiga corak tersebut.

Makna yang pertama adalah makna inferensiaal, yakni makna satu kata (lambang) adalah objek. Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Makna yang ketiga adalah makna intensional, yaitu makna yang dimaksudkan oleh seorang pemakai lambang.

2.  PESAN NON VERBAL

Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersila menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak.

Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.

FUNGSI PESAN NONVERBAL

Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa fungsi peran nonverbal? Mark L.Knapp (1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal;

1.      Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah sayamenjelaskan penolakansaya, saya menggelengkan kepala berkali-kali.

2.      Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-angguk.

3.      Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat.

4.      Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.

5.      Aksentuasi- menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul mimbar.

 

3.    ORGANISASI, STRUKTUR DAN IMBAUAN PESAN

a. Organisasi Pesan

Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan.

Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.

Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam penyusunan pesan:

1)      attention (perhatian)

2)      need (kebutuhan)

3)      satisfaction (pemuasan)

4)      visualization (visualisasi)

5)      action (tindakan)

Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain, rebutlah lebih dahulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya doronglah dia untuk bertindak.

b. Sturuktur Pesan

Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus. Untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekitar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan penelitian tersebut sebagai berikut:

·         Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh..

·         Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan  membuat orang kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.

·         Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.

·         Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian, komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun baiknya.

·         Urutan pro-kon  efektif dari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.

·         Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.

c.  Imbauan Pesan (Message Appeals)

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional.

Imbauan rasional didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.

Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikate.

Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang mereka perlukan atau yan mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.

 
Picture
A. Pengertian Sistem

Sistem berasal dari bahasa Yunani, sistema, yang berarti suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (Shrode dan Voich, dalam Nurudin, 2004). Serupa dengan pendapat Shrode dan Voich, Littlejohn(1999) mengartikan sistem sebagai seperangkat hal-hal yang saling mempengaruhi dalam suatu lingkungan dan membentuk suatu keseluruhan (sebuah pola yang lebih besar yang berbeda dari setiap bagian-bagiannya).

Lebih mendalam, Littlejohn mengatakan bahwa suatu sistem terdiri dari empat (4) hal, yaitu:

·         Objek-objek. Objek adalah bagian-bagian, elemen-elemen, atau variabel-variabel dari sistem. Mereka bisa jadi berbentuk fisik atau abstrak atau kedua-duanya, tergantung dari sifat sistem.

·         Atribut. Suatu sistem terdiri dari atribut-atribut, kualitas atau properti sistem itu dan objek-objeknya.

·         Hubungan internal, hubungan antara anggota sistem.

·         Lingkungan, suatu sistem memiliki suatu lingkungan. Mereka tidak hadir dalam suatu kevakuman, tetapi dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya.

Suatu keluarga adalah suatu contoh yang baik dari suatu sistem. Anggota-anggota keluarga (bapak; ibu; anak; dan sebagainya) adalah objek dari sistem ini. Ciri-ciri mereka sebagai individu adalah atribut-atribut. Interaksi mereka keluarga membentuk hubungan antara anggota-anggotanya. Keluarga juga eksis dalam lingkungan sosial dan kultural, dan ada pengaruh bersama diantara keluarga dan lingkungannya. Anggota-anggota keluarga bukanlah orang-orang yang terisolasi, dan hubungan mereka haruslah diperhitungkan untuk memahami keluarga sebagai suatu unit.

Lebih mendalam, Littlejohn menyatakan bahwa sistem mempunyai beberapa sifat, yaitu:

a. Keseluruhan dan interdependensi (wholeness and interdependence)

Suatu sistem adalah suatu keseluruhan yang unik, karena bagian-bagiannya berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipahami secara terpisah. Suatu sistem adalah produk dari kekuatan-kekuatan atau interaksi-interaksi diantara bagian-bagiannya. Dan bagian-bagian dari sistem saling bergantungan atau saling mempengaruhi tidak bebas.

Independensi dengan mudah dapat digambarkan dalam keluarga. Suatu keluarga adalah suatu sistem interaksi individu, dan setiap anggota dipaksa oleh aksi anggota-anggota lainnya. Walaupun tiap orang memiliki kebebasan tak seorangpun memiliki kebebasan penuh dengan keterikatan mereka satu sama lain. Perilaku-perilaku dalam keluarga tidak independen, bebas, atau acak. Namun mereka terpola dan terstruktur agak dapat diramalkan. Apa yang anggota keluarga lakukan atau katakan mengikuti dari atau membawa suatu aksi yang lain.

b. Hirarki (hierarchy)

Sistem mempunyai hirarki, ada sistem yang lebih besar dimana suatu sistem adalah satu bagian disebut supra-sistem, dan sistem yang lebih kecil mengandung suatu sistem disebut subsistem.

Keluarga menggambarkan hirarki dengan sangat baik. Supra-sistem adalah keluarga yang diperluas, yang dirinya sendiri adalah bagian dari sistem yang lebih besar yaitu masyarakat. Beberapa unit keluarga inti adalah bagian-bagian dari yang diperluas, dan setiap unit keluarga dapat memiliki subsistem-subsistem seperti unit suami-istri, anak, unit orang tua-anak.

c. Peraturan sendiri dan control (self-regulation and control)

Sistem-sistem paling sering dipandang sebagai organisasi yang berorientasi kepada tujuan. Aktifitas-aktifitas suatu sistem dikendalikan oleh tujuan-tujuannya dan sistem itu mengatur perilakunya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Bagian-bagian dari suatu sistem harus berperilaku berdasarkan garis-garis besar dan harus beradaptasi terhadaptasi terhadap lingkungan pada basis umpan balik.

Kembali ke contoh, keluarga-keluarga melukiskan kualitas sistem-sistem ini, dan ia dapat memiliki berbagai mekanisme kontrol. Contohnya, ia dapat bersandar pada satu anggota dominan untuk membuat keputusan-keputusan dan memberikan arahan. Orang ini memonitor keluarga itu memberikan kontrol seperlunya bilamana ada tanda-tanda penyimpangan dari standar-standar keluarga terdeteksi. Keluarga-keluarga lain dapat menagani kontrol dengan sangat berbeda, seperti dalam kasus dimana yang memiliki bagian-bagian peran yang tegas membolehkan setiap anggota mendesak kontrol terhadap jenis-jenis keputusan tertentu dan tidak bagi yang lainnya.

d. Pertukaran dengan lingkungan (interchange with environment)

Sistem-sistem berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka mengambil ke dalam dan membiarkannya ke luar materi dan energi, memiliki masukan-masukan dan keluaran-keluaran. Contohnya, orang-orang tua harus secara tetap menyesuaikan terhadap hubungan-hubungan putranya di luar keluarga dan berurusan dengan pengaruh-pengaruh dari teman-teman, guru-guru, dan televisi.

e. Keseimbangan (balance)

Keseimbangan, seringkali merujuk kepada homeostatis (merawat sendiri). Salah satu tugas dari suatu sistem, jika ia tetap hidup, adalah tinggal dalam keseimbangan. Sistem haruslah bagaimana pun mendeteksi bilamana rusak dan membuat penyesuaian untuk kembali di atas jalurnya, penyimpangan dan perubahan muncul dan dapat ditoleransi oleh sistem, hanya bila telah lama. Akhirnya, sistem itu akan jatuh berantakan jika tidak dapat merawat dirinya.

Kebutuhan bagi keseimbangan menjelaskan mengapa keluarga-keluarga terlihat berjuang begitu keras untuk menjaga beberapa hal seimbang. Contohnya mengapa orang tua terus mengomeli anak-anaknya untuk berlaku santun? Mengapa pasangan-pasangan yang memiliki kesulitan perkawinan seringkali selalu mencoba berkumpul kembali? Dari suatu pandangan sistem, jenis usaha ini adalah suatu upaya alami untuk mempertahankan homeostatis.

f. Perubahan dan kemampuan beradaptasi (change and adaptibity)

Karena sistem eksis dalam suatu lingkungan dinamik sistem haruslah dapat beradaptasi. Sebaliknya, untuk bertahan hidup, suatu sistem haruslah memiliki keseimbangan tapi ia juga harus berubah. Sistem-sistem yang kompleks seringkali perlu berubah secara struktural untuk beradaptasi terhadap lingkungan, dan jenis perubahan itu berarti keluaran dari keimbangan untuk sesaat. Sistem-sistem yang telah maju haruslah mampu merngatur kembali dirinya untuk menyesuaikan terhadap tekanan-tekanan lingkungan. Pengertian teknis bagi perubahan sistem adalah morfogenesis.

Untuk melanjutkan contoh kita, keluarga-keluarga melakukan perubahan. Saat anggota-anggota keluarga dewasa dan berkembang, saat anggota-anggota baru hadir dan anggota lama meninggalkan, dan saat keluarga menghadapi tantangan-tantangan baru di lingkungan, ia harus beradaptasi.

g. Sama akhirnya (equifinality).

Finalitas adalah tujuan yang dicapai atau penyelesaian tugas dari suatu sistem. Equifinalty adalah suatu keadaan final tertentu bisa jadi diselesaikan dengan cara-cara yang berbeda dan titik-titik awal yang berbeda. Sistem-sistem yang dapat beradasptasi, yang memiliki keadaan final suatu tujuan, dapat mencapai tujuan itu dalam suatu beragam kondisi lingkungan. Sistem mampu dalam memproses masukan-masukan dengan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan keluarannya. Orang tua yang cerdik, misalnya mengetahui bahwa perilaku-perilaku anaknya dapat dipengaruhi oleh beragam teknik, pembuatan keputusan keluarga dapat terjadi dalam lebih dari satu cara dan dan anak-anak belajar beberapa metoda untuk mengamankan pemenuhan kedewasaan pada dunianya.

B. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)

2. Pesan (mengatakan apa?)

3. Media (melalui canel/media apa?)

4. Komunikan (kepada siapa?)

5. Efek (dengan dampak/efek apa?).

Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal (bahasa), dan pesan nonverbal (kial/gesture, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya) yang secara langsung dapat/mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Seperti disinggung di muka, komunikasi berlangsung apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima oleh komunikan. Dengan kata lain , komunikasi adalah proses membuat pesan yang setala bagi komunikator dan komunikan. Prosesnya sebagai berikut, pertama-tama komunikator menyandi (encode) pesan yang akan disampaikan disampaikan kepada komunikan. Ini berarti komunikator memformulasikan pikiran dan atau perasaannya ke dalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian giliran komunikan untuk menterjemahkan (decode) pesan dari komunikator. Ini berarti ia menafsirkan lambang yang mengandung pikiran dan atau perasaan komunikator tadi dalam konteks pengertian. Yang penting dalam proses penyandian (coding) adalah komunikator dapat menyandi dan komunikan dapat menerjemahkan sandi tersebut (terdapat kesamaan makna).

Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1994) menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerang acuan (frame of reference) , yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and meanings) yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor prnting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar. Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain.

Proses komunikasi sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasike karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan sebagainya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dan sebagainya.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dan sebagainya.).

C. PENGERTIAN SISTEM KOMUNIKASI

Teori sistem telah memiliki suatu pengaruh utama pada studi komunikasi manusia. Beberapa pelopor adalah:

1. Gregory Bateson (dalam Littlejohn, 1999) adalah penemu garis teori yang kemudian dikenal sebagai komunikasi relasional. Ia berpendapat bahwa dalam berkomunikasi (sebagai ujud suatu sistem) peserta komunikasi menyampaikan suatu pesan yang memuat makna mendua dan hubungan komplementaris atau simetris. Pengertian pesan bermakna mendua, yaitu pesan yang memuat isi pesan (content message) dan pesan memuat hubungan (relationship massage). Pengertian hubungan komplementer, adalah satu bentuk perilaku diikuti oleh perlaku lawannya yang bersifat melengkapi. Dalam simetri, aksi seseorang diikuti oleh aksi sejenis oleh orang lainnya. Disini mulai telihat bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem, bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.

2. Aubre Fisher (dalam perspectives on Human Communication) menerapkan konsep-konsep sistem pada komunikasi. Analisisnya dimulai dengan perilaku seperti komentar verbal dan aksi-aksi nonverbal sebagai unit terkecil dari analisis dalam sistem komunikasi. Perilaku-perilaku yang dapat diobservasi ini (suatu pesan) merupakan kendaraan satu-satunya untuk menghubungkan individu dalam suatu sistem komunikasi. Fisher percaya bahwa aliran pembicaraan ini dengan sendirinya mengatakan sedikit tentang sistem komunikasi.

Berangkat dari pengertian-pengertian diatas, sistem komunikasi dapat diartikan sebagai seperangkat hal-hal tentang proses penyampaian pesan yang berhubungan satu sama lain dan membentuk suatu keseluruhan. Layaknya suatu sistem, sistem komunikasi terdiri dari 4 (empat) hal, Yaitu:

a. Objek-objek dari sistem komunikasi, yang berupa unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan, efek).

b. Atribut Sistem komunikasi, yang berupa kualitas atau properti sistem itu dan unsur-unsur komunikasinya.

c. Hubungan internal sistem komunikasi, hubungan antara peserta-peserta komunikasi (komunikator dan komunikan) sebagai anggota sistem, yang dapat ditandai melalui pesan-pesan komunikasi mereka.

d. Lingkungan sistem komunikasi, suatu sistem komunikasi memiliki suatu lingkungan, yaitu: sistem sosial, sistem politik, sistem budaya dan sebagainya. Mereka tidak hadir dalam suatu kevakuman, tetapi dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. Hubungan antar sistem itu dapat digambarkan sebagai berikut:

ika pengertian sistem komunikasi itu dipakai untuk mengamati suatu sistem pers, maka objek-objek dari sistem ini adalah insan pers (wartawan, dewan pers, institusi pers), pesan (berita, opini, iklan) masyarakat yang berkepentingan, pemerintah. Ciri-ciri atau kualitas dari mereka sebagai objek-objek sistem merupakan atribut sistem. Interaksi antara mereka membentuk membentuk hubungan antara anggota sistem. Sistem pers juga eksis dalam lingkungan sosial, politik, budayanya. Anggota-anggota sistem komunikasi ini bukanlah orang-orang yang terisolasi dan hubungan mereka haruslah diperhitungkan untuk memahami sistem komunikasi ini sebagai suatu unit dari sistem yang lebih besar.

Sifat-sifat dari sistem pers dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Keseluruhan dan interdependensi

Sistem pers adalah suatu hubungan antara insan-insan pers (wartawan, dewan pers, dan sebagainya), pesan (berita, opini, iklan), masyarakat yang berkepentingan, dan pemerintah yang membentuk suatu keseluruhan.dan masing-masing anggota sistem saling bergantungan (interdependensi), artinya kebebasan pers dipengaruhi oleh masyarakat dan pemerintahnya.

b. Hirarki

Sistem pers merupakan sub sistem dari sistem komunikasi, atau sistem komunikasi merupakan sistem besar bagi sistem pers, sistem penyiaran, sistem periklanan,dan sebagainya. Sistem pers sendiri mempunyai sub sistem-sub sistem, yaitu sistem pers surat kabar, tabloid, majalah, dan sebagainya.

c. Peraturan sendiri dan kontrol

Sistem pers mempunyai aturan-aturan sendiri bagi sistem itu dan anggota-anggotanya. Aturan-aturan itu antara lain: uu pers, kode etik, uu penyiaran, dan sebagainya. Anggota-anggota sistem haruslah berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku dalam sistem ini. Mekanisme kontrol juga dijalankan untuk menindak anggota sistem yang berperilaku yang menyimpang. Mekanisme kontrol dalam sistem ini dijalankan oleh dewan pers.

d. Pertukaran dengan lingkungan

Sistem pers berada dalam suatu sistem sosial, sistem politik, sistem budaya, sistem ekonomi, dan sebagainya. Dan sistem-sistem itu saling mempengaruhi.

Sistem komunikasi berada di bawah subordinat sistem sosial. Sistem sosial adalah sebuah bangunan yang di dalamnya mempunyai beberapa sub sistem, yang mendukung eksistensi dari sistem sosial itu secara bersama-sama. Sistem sosial yang mengedepankan budaya feodalisme atau paternalistik akan mempengaruhi sistem komunikasi, ekonomi, politiknya, -dan pada gilirannya akan mempengaruhi sistem pers.

e. Keseimbangan

Keseimbangan suatu sistem berkorelasi dengan kemampuan merawat diri sendiri. Dalam sistem pers, keseimbangan ini dipertahan oleh insan-insan pers, masyarakat yang berkepentingan, dan pemerintah sebagai anggota-anggota sistem. Bagaimana mereka mampu merawat diri mereka dan sistemnya, dengan cara berdisiplin untuk patuh terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam sistem mereka. Mereka harus juga mampu menyesuaikan/merevisi peraturan-peraturan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan dari sistem ini, maupun terhadap lingkungannya.

f. Perubahan dan kemampuan beradaptasi

Sistem pers eksis pada suatu lingkungan, untuk itu sistem pers harus mampu mengadakan penyesuaian guna beradaptasi dengan lingkungannya. Misal sistem pers harus menyesuai perkembangan dari sistem politik yang cenderung lebih demokratis, penyesuaian yang dilakukan tentunya berkenaan dengan perkembangan dari kebebasan yang dirasakannya.

g. Sama akhirnya.

Keadaan final (pencapaian tujuan/penyelesaian tugas) tertentu bisa jadi diselesaikan dengan cara berbeda dan titik awal yang berbeda.

D. DEFINISI DAN RUANG LINGKUP

SKI adalah suatu bidang kajian yang membahas tidak hanya proses komunikasi saja, tetapi juga unsur-unsur di dalamnya, dan hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem lainnya, serta bagaimana gambaran berlangsungnya sistem komunikasi di Indonesia. Nurudin, di dalam bukunya yang berjudul Sistem Komunikasi Indonesia, mengelompokkan SKI menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

Jika ditinjau dari segi wilayah geografisnya, sistem komunikasi bisa dibagi menjadi dua, yakni sistem komunikasi di pedesaan dan perkotaan. Di Indonesia realitas  komunikasi di perkotaan dengan di pedesaan sangat berbeda jauh. Di desa, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan opinion leader (pemimpin opini, pemuka pendapat) sebagai pihak penerjemah pesan, interpretator karena kelebihannya dibandingkan masyarakat kebanyakan. Adapun masyarakat kota, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan media massa mengingat ciri masyarakat kota lebih individualistis dibandingkan masyarakat desa. Ini juga sejalan dengan tingkat perkembangan pendidikan warga kota yang memungkinkan mereka lebih bergantung pada media massa.

Jika ditinjau dari media yang digunakan, ada sistem media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), sistem media elektronik (televisi, radio), dan sistem media online atau internet. Di samping itu ada pula sistem media tradisional, misalnya saja wayang, ketoprak, ludruk, atau bentuk folklor antara lain:

(1)   cerita prosa rakyat (mite, legenda, dongeng),

(2)   ungkapan rakyat (peribahasa, pepatah),

(3)   puisi rakyat,

(4)   nyanyian rakyat,

(5)   teater rakyat,

(6)   gerak isyarat,

(7)   alat pengingat, dan

(8)   alat bunyi.

Jika ditinjau dari pola komunikasinya ada sistem komunikasi dengan diri sendiri (intrapersonal communication system), sistem komunikasi antarpersona (interpersonal communication system), sistem komunikasi kelompok (small group communication system), dan sistem komunikasi massa (mass communication system).

Merujuk pada klasifikasi Sistem Komunikasi Indonesia di atas, semakin jelas kiranya peta SKI sebagai bagian yang sangat penting dalam kajian ilmu komunikasi selain sebagai mata kuliah. SKI menunjukkan kekhasannya tersendiri yang perlu dibahas secara mendalam. Namun, mengapa SKI perlu dipelajari? Jawaban dari pertanyaan tersebut sekiranya bisa dijawab dari beberapa poin di bawah ini:

Alasan pertama ialah perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat di Indonesia (dan bahkan terus berkembang di masa yang akan datang) sehingga akan mengubah pola arus informasi yang akan berkembang. Perkembangan yang cepat tersebut jelas membutuhkan kajian khusus dan mendalam.

Alasan kedua adalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang multietnis. Dengan kata lain, Indonesia ialah negara yang mempunyai heterogenitas keadaal wsuku, agama, dan ras. Hal ini memungkinkan masing-masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri, sehingga berbeda pula konteks sistem komunikasinya.

Alasan ketiga adalah meskipun perkembangan teknologi komunikasi sedemikian pesat, tetapi mayoritas masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan. Hal ini mengakibatkan perkembangan media massa tidak selamanya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa. Oleh karena itu, ciri komunikasi yang berkembang di desa jelas berbeda dengan yang di kota. Dan membutuhkan kajian para pemimpin opini (opinion leader), para penyuluh pembangunan, dan juru penerang desa sebagai pihak-pihak yang sangat berpengaruh dalam sistem komunikasi pedesaan.

Alasan keempat ialah SKI merupakan pembahasan yang kompleks dan melibatkan banyak unsur serta hal di dalamnya. Maka, SKI tidak bisa dibahas secara sekilas dan dimasukkan dalam pembahasan mata kuliah tertentu. SKI harus dijelaskan secara menyeluruh atau komprehensif.

Alasan terakhir adalah SKI jelas berbeda dengan sistem komunikasi di negara lain. Perbedaan tersebut juga dilatarbelakangi oleh kondisi sistem sosial, politik, dan budaya yang dikembangkan. Itu artinya sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia juga akan memberi warna dan corak terhadap sistem komunikasinya.

E. KAITAN SKI DENGAN SISTEM LAINNYA

SKI merupakan sebuah sistem yang tidak bisa berdiri sendiri dan tentunya berkaitan dengan sistem-sistem lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa sistem-sistem lainnya berpengaruh langsung terhadap SKI. Begitu juga dengan sistem lain, tidak akan lengkap keberadaaannya tanpa adanya SKI. Secara umum, hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem lainnya adalah sebagai berikut:

1.      Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem sosial

Jika dikatakan secara ringkas, sistem komunikasi berada di bawah subordinate sistem sosial. Sistem sosial adalah sebuah bangunan sistem yang besar yang didalamnya mempunyai subsistem, termasuk sistem komunikasi itu sendiri. Sedangkan sistem komunikasi bersama sistem lain yang juga merupakan bagian dari sistem sosial mendukung eksistensi atau keberadaannya secara bersama-sama. Misalnya sistem ekonomi, sistem budaya, sistem politik mendukung dan memberi arti keberadaan sistem sosialnya.

Sistem sosial yang mengedepankan budaya feodalisme atau paternalisme akan mempengaruhi proses komunikasi. Ini juga berlaku pada sistem sosial yang mengedepankan sistem kepercayaan. Sistem kasta dalam masyarakat pun akan memberi andil besar dalam proses komunikasi. Ditinjau dari segi komunikasi, mereka yang berasal dari kasta sudra (golongan rendah) akan sangat kesulitan berkomunikasi dengan mereka yang berkasta ksatria. Artinya, sistem kasta sebagai sistem kepercayaan dalam sistem sosial mempengaruhi sistem komunikasi.

Di Indonesia tak bisa dipungkiri bahwa sistem sosial Jawa masih sangat menentukan sistem komunikasinya. Dalam budaya Jawa dikenal nilai ewuh pakewuh atau sungkan. Kenyataan ini juga termanifestasikan dalam sistem komunikasi. Bentuknya, orang akan merasa “tidak enak untuk mendahului atasan” apalagi bila harus mengkritiknya.

Sistem sosial di sini jika lebih dioperasionalisasikan memasukkan sistem kepercayaan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa sistem kepercayaan yang berkembang dalam masyarakat akan ikut memberikan “warna” proses dan bentuk komunikasinya. Kita bisa mengambil contoh dalam sistem “kasta” pada masyarakat Hindu-Bali. Meskipun sistem kasta banyak dikritik dan bahkan ada yang sudah meninggalkan sistem tersebut seiring perkembangan zaman, tetapi ada sebagian masyarakat yang masih mempercayai dan menerapkannya. Masyarakat yang mempercayai sistem kasta sebagai kepercayaan utama akan mempengaruhi proses komunikasi yang dilakukannya. Jadi, golongan “kelas bawah” bisa berbicara atau menentukan jodoh dengan “kelas atas” dalam sistem yang demokratis, tetapi dalam sistem kepercayaan kasta, hal ini sulit dilakukan. Artinya, sistem kepercayaan memiliki andil besar bagi proses komunikasi. Dengan kata lain, sistem kepercayaan sebagai operasionalisasi sistem sosial mempengaruhi sistem komunikasi.

2.  Sistem komunikasi dipengaruhi oleh sistem politik.

Studi penelitian mengenai hubungan antara sistem pers dengan sistem politik telah banyak dilakukan oleh para ahli. Namun hubungan antara sistem komunikasi dengan sistem politik belum banyak dikaji. Dalam praktik politik, sistem komunikasi akan dipengaruhi pula oleh keberadaan sistem politik. Sistem politik yang demokratis, misalnya, akan memberi peluang proses komunikasi (dalam sistem komunikasi) yang demokratis pula. Sebaliknya sistem politik otoriter akan membuat sistem komunikasi yang otoriter pula. Sebab, proses komunikasi yang dikembangkan jelas hanya ditentukan oleh penguasa dan berjalan dari atas ke bawah. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengaruh sistem politik yang memfungsikan pola seperti itu.

Kita bisa membandingkan antara sistem politik pemerintahan Era Orde Baru dan Era Reformasi. Pada Era Orde Baru, sistem politik hanya ditentukan oleh pemerintah dengan mengebiri otonomi masyarakat, sedangkan Era Reformasi sistemnya lebih demokratis. Terbukti dengan dibukanya kran keterbukaan dan semua pihak boleh menyuarakan pendapatnya, asalkan masih dalam rambu kontitusi. Kenyataan di atas sangat berpengaruh terhadap berjalannya sistem komunikasi. Bagian sistem komunikasi misalnya adalah sistem pers pun sangat lain. Pers Era Orde Baru penuh kekangan, dihambat kebebasan persnya, dihantui pembatalan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dan adanya budaya peringatan. Sedangkan pada Era Reformasi, semua itu dihapus, mulai dari dihapusnya SIUPP sampai pembubaran Deppen. Kenyataan sistem politik tersebut memberikan andil dan berpengaruh secara langsung bagi kebebasan sistem komunikasi.

3. Sistem Komunikasi dipengaruhi ileh sistem berfikirnya yang berlandaskan Falsafah Pancasila.

Pancasila sebagai falsafah negara yang mewarnai pola pikir penyelenggara NKRI dan falsafah bangsa yang berasaskan Pancaasila dengan butir nilai yang terkandung didalamnya akan memandu keseluruhan komponen bangsa dalam menyelenggara kegiatan komunikasinya baik dalam komunikasi langsung maupun dengan menggunakan berbagai media massa baik cetak maupun elektronik, baik secara lisan, tulisan maupun audio-visual. Nilai-nilai Pancasila yang akan menjadi landasan dalam pembuatan dan pelaksaanaan Perundangan yang berlaku di segenap wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia. Nilai-nilai Pancasila yang akan membingkai berbagai norma adat maupun modern menjadi pranata institusional yang dinamis dalam Sistem Komunikasi Nasional dalam mewujudkan cita-cita nasional yang tertuang dalam tujuan negara Indonesia dan termaktub dalam Preambul UUD1945.

F. HUKUM DALAM SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Sistem komunikasi Indonesia mempunyai dasar hukum. Secara tersirat terdapat dalam mukadimah UUD 1945 khususnya pada alinea ke empat. Secara tersurat terdapat pada pasal 28F yang berbunyi:

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.        

Selain diatur dalam hukum dasar negara Indonesia, peraturan dalam berkomunikasi dapat mengacu pada: Undang-undang 32 tahun 2002; Undang-undang 40 tahun 1999; Undang-undang 36 tahun 1999; Undang-undang 8 tahun 1992; KUHP (terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang komunikasi) dan sebagainya.

G. FUNGSI SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Sistem komunikasi haruslah mampu menjalankan fungsi dari pada komunikasi. Lasswell (dalam Nurudin, 2004), menyatakan bahwa fungsi dari komunikasi adalah :

·         Pengawasan lingkungan

Menghubungkan bagian-bagian yang terpisah dari masyarakat untuk menanggapi lingkungannya

·         Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.

Dalam UU 40 tahun 1999 pada pasal 3 dijelaskan tentang fungsi dari sub sistem komunikasi Indonesia ini adalah:

1. Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

2. Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Sedangkan peranan dari subsistem komunikasi Indonesia ini adalah sebagai berikut:

·         memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;

·         menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta meghormati kebhinekaan;

·         mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;

·         melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;

·         memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

H. DISKRIPSI SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Nurudin (2004), mendeskripsikan sistek komunikasi Indonesia sebagai berikut:

1. Jika ditinjau dari masyarakat yang mendiami suatu wilayah, terdapat sistem komunikasi pedesaan dengan budaya tradisionalnya, dan sistem kounikasi perkotaan dengan budaya akulturasi antara budaya tradisional dengan budaya modern. Pada masyarakat pedesaan, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan pemimpin pendapat. Pemimpin pendapat menjalankan fungsinya sebagai penerjemah pesan, intrprtator karena kelebihannya dibanding masyarakat kebanyakan.Masyarakat perkotaan, sistem komunikasi dipengaruhi oleh keberadaan media massa.

2. Jika ditinjau dari media yang digunakan, ada sistem media cetak (surat kabar, tabloid, majalah); elektrolit (radio, televisi); media tradisional (wayang,kethoprak, ludruk, lenong, dan sebagainya).

3. Jika ditinjau dari pola komunikasinya, ada sistem komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpersona, komunkasi kelompok, komunkasi organisasi, dan komunikasi massa.

G. PERANAN AGAMA DALAM SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama di dalam penerapannya, khususnya di Indonesia dianggap sesuatu hal yang dipengang teguh oleh penganutnya sebagai pedoman hidupnya. Agama bukanlah hal yang sembarangan, seseorang akan sangat merasa marah bila agama yang ia anut diubah-ubah atau diselewengkan apalagi sampai-sampai dilecehkan oleh penganut agama lain. Oleh karenya, sistem komunikasi di Indonesia berperan sebagai kontrol sosial antar beda penganut agama dan juga menjadi sebuah pembelajaran bagi masyarakat untuk memposisikan keberadaan mereka dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat.

Agama Hindu merupakan agama tertua atau agama pertama yang dianut oleh masyarakat Indonesia sebelum menjadi suatu negara. Di dalam agama Hindu terdapat pantangan-pantangan yang tidak boleh dijalankan oleh penganutnya. Bila pantangan-pantangan tesebut tetap dijalankan oleh penganutnya, maka Dewa akan murka kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut.

Bila keadaan seperti ini adalah sesuatu hal yang sangat sakral bagi penganut agama Hindu, maka sistem komunikasi yang ada di Indonesia haruslah mengimbanginya; dalam artian sistem komunikasi haruslah selaras dengan tata keagamaan yang ada di daerah itu.

Begitu juga dengan agama yang lain. Seperti halnya agama Islam, yang di dalamnya terdapat larangan-larangan bagi penganutnya untuk tidak melanggar syariat Islam (hukum Allah). Bila larangan-larangan tersebut dilanggar, maka orang tersebut akan mendapat hukuman dari Allah, baik itu hukuman di dunia maupun di akhirat. Hukuman di dunia; bila seorang penganut ajaran agama Islam mengambil yang bukan haknya (mencuri), maka sebagai hukumannya, tangannya akan dipotong. Oleh sebab itu, sitem komunikasi dituntut untuk menyesuaikan keberadaannya dengan agama-agama yang ada dengan tujuan melangsungkan proses sosialisasi interaktif masyarakat demi ke eksistensian dan kestabilan negara.

Sistem komunikasi haruslah mampu menjalankan perannya sebagai alat kontrol dalam kemajemukan agama di Tanah Air. Bila sistem komunikasi tidak menghiraukan agama yang dianggap penganutnya sebagai unsur dan nilai-nilai luhur, maka akan timbul konflik nasional, seperti pemberitaan/informasi yang disiarkan media bersifat melecahkan sebuah agama, karena pemberitaan ataupun informasi yang disalurkan media kepada khalayak merupakan salah satu komponen di dalam sistem komunikasi yang secara tidak langsung akan berdamapak bagi siapa saja yang mendapatkan informasi tersebut, maka pemerintah yang berwenang membuat undang-undang sebagai kekuatan hukum haruslah mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan sistem komunikasi itu sendiri agar sistem komunikasi itu dapat mengisi daripada sistem-sistem yang lainnya. Seperti contoh di atas tadi; informasi atau pemberitaan pelecehan terhadap suatu agama akan berdampak kepada perpecahan/konflik di dalam negara itu sendiri.

Agama dapat juga dikatakan sebagai sistem kepercayaan, karena ajaran yang di syiarkan agama merupakan sebuah kepercayaan bagi penganut agama itu sendiri. Akan tetapi kepercayaan lebih dekat kepada budaya atau dapat dikatakan juga bahwa sistem kepercayaan merupakan sebuah unsur dalam sistem budaya. Oleh karena itu, sitem kepercayaan dan sistem budaya saling berkaitan dalam mempengaruhi jalannya sistem komunikasi.

H. PERANAN BUDAYA DALAM SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA

Sistem Komunikasi Indonesia sangat erat kaitannya dengan Sistem Sosial Budaya Indonesia yang merupakan cerminan kehidupan masyarakat Indonesia dalam keseharian mereka. Banyak fenomena komunikasi di Indonesia yang setelah ditelusuri, selalu saja ada keterkaitan terhadap latar belakang budaya. Manusia sebagai pelaku budaya memiliki realitas psikis yang dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaannya yang tercermin dari ekspresi sikap dan tingkah lakunya. Suatu kebudayaan baik dalam bentuk material maupun nilai dimiliki oleh suatu komunitas sosial tertentu yang memberikan ciri identitas kepadanya, sehingga individu yang berada dalam komunitas sosial tersebut memiliki identitas yang seragam walaupun mungkin intensitasnya berbeda-beda. Keadaan inilah yang pada gilirannya akan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan timbullah keserasian bahkan dapat pula menciptakan stabilitas.

Perbedaan latar belakang kultur memang dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap suatu objek yang ditafsirkan. Dalam proses komunikasi; objek yang menghubungkan pihak yang berkomunikasi adalah pesan. Penafsiran terhadap pesan dapat berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu pola tertentu agar dapat membentuk suatu gambaran yang sama terhadap suatu objek. Realitas sosial yang mempunyai sistem dan tata nilai yang jelas merupakan salah satu tujuan kegiatan komunikasi sesuai dengan pandangan hidup yang mendasari filsafat suatu bangsa. Hal ini baru akan terjadi bila proses komunikasi yang terjadi memenuhi beberapa unsur untuk sampai kepada realitas sosial tertentu.

Perkembangan dunia industri dan teknologi komunikasi dewasa ini, khususnya dalam kajian komunikasi massa memiliki implikasi khusus dalam menciptakan masyarakat yang well informed (peka informasi). Bahkan dengan munculnya media-media baru, banyak budaya luar yang masuk ke Indonesia tanpa mengalami filterasi terlebih dahulu. Misalnya saja fenomena perwajahan media cetak Indonesia yang semakin hari semakin bebas berekspresi dengan tak luput dari sentuhan-sentuhan sensualitas bahkan secara ekstrim mungkin telah mengarah pada pornografi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan latar belakang budaya dan agama, khususnya budaya yang di dalamnya mengandung nilai-nilai agama Islam, seperti adat Aceh, Jawa, Minang, Melayu, dan lain-lain. Dalam adat Jawa mungkin ada pakaian kemben yang dalam aplikasinya menitikberatkan pada budaya sopan-santunnya/tatakrama. Sementara dalam soal berbusana, saya menganut paham Islam yakni agama saya, yang mewajibkan kaum perempuan untuk berpakaian sopan, bahkan menutup seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan. Pers bebas di Indonesia sedikit banyak berpotensi untuk menggeser norma-norma ketimuran Indonesia yang identik dengan sopan-santun budaya Jawa. Oleh karena itu, fenomena keterlibatan media massa di Indonesia perlu ditelaah dan diputuskan solusinya agar tidak melanggar norma-norma agama dan budaya bangsa yang telah tercantum di dalam Pancasila yang akan menjadi prasyarat demi terbentuknya Sistem Komunikasi Indonesia yang baik.

Selain itu, mengutip dari tulisan seorang Staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi 'Pembangunan' Medan dan Program Pascasarjana IAIN-SU Bidang Studi Komunikasi Islam, H. Kosky Zakaria dalam WASPADA Online Rabu, 19 September 2007 01:00 WIB. Ia mengatakan, budaya juga dapat mempengaruhi komunikasi dan bahasa karena penggunaannya yang berbeda pada masing-masing suku. Para pakar komunikasi terutama dalam hal komunikasi antarmanusia selalu melihat budaya sebagai titik tolak bagi orang-orang atau individu saat melakukan komunikasi sesama manusia yang memiliki latarbelakang budaya yang berbeda. Penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi juga kuat dipengaruhi oleh budaya masing-masing individu yang terlibat baik sebagai komunikator maupun komunikan. Para ahli komunikasi dalam hal penggunaan bahasa berkata bahwa 'bahasa bisa memenjarakan kita, namun bahasa juga bisa membebaskan kita.' Bahasa merupakan atau dapat dianggap alat interaksi dalam kehidupan kita. Bahasa memberi kerangka yang akan memberikan harapan-harapan kepada kita dan dengan demikian menimbulkan persepsi bagi para individu yang terlibat dalam komunikasi itu sendiri.

Sementara itu, bahasa dan komunikasi lisan bisa menciptakan kesalahpahaman atau salah mengerti, salah tanggap, namun bahasa lisan ini pun ada baiknya pula, yaitu dapat mengklarifikasi kesalahpahaman yang terjadi. Kita maklum bahwa setiap bahasa bisa dikatakan sebagai merefleksikan sistem yang menurut kita logis dan masuk akal. Bahasa sebagai suatu sistem simbol atau lambang bisa berubah kalau berkaitan dengan ide, perasaan, pengalaman, peristiwa dan fenomena lainnya dan dipengaruhi oleh aturan-aturan yang berlapis-lapis yang dikembangkan oleh masyarakat tertentu. Sebagaimana dinyatakan oleh ahli bahasa, bahwa bahasa manusia ini disusun atau ditata berdasarkan pada sekumpulan aturan yang disepakati, seperti fonologi (berkaitan dengan bunyi), morfologi (berkaitan dengan bentuk kata), sintaksis (berkaitan dengan penyusunan kata-kata menjadi suatu kalimat), kemudian semantik (berkenaan dengan arti kata), serta terakhir apa yang dinamakan pragmatis (memandang sesuatu menurut kegunaannya).